Puisi-Puisi Lasinta Ari Nendra Wibawa -->
Cari Berita

Advertisement

Puisi-Puisi Lasinta Ari Nendra Wibawa

WAWASANews.com
Sabtu, 26 Januari 2013
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ribuan Kitab PDF
Puisi

Gerak Semu Matahari

aku tak pernah sekalipun menipu
selain penglihatanmu yang kurasa keliru
yang tak juga bisa menerjemahkan
setiap makna kehadiran
padahal telah lama kita berkenalan
jauh sebelum kau mahir berjalan
aku turut menguatkan tulang-tulangmu
sekeras batu
mengapa pula kini kau terkejut
sewaktu kehadiranku sukar kau runut
kau menuduhku berjalan dari khatulistiwa
ke utara, ke selatan, lalu kembali ke khatulistiwa
tapi kuingin kau tetap percaya
aku tak pernah beranjak sejak semula
sama seperti saat aku hadir ketika
hujan datang singgah di beranda
dan awan serupa tirai di angkasa
betapa cahaya yang kukandung adalah rahmat
yang pantas menemani saat kau berkeringat
aku membagi musim menjadi empat penanda
yang bersanding dengan ujung selatan-utara
sebagai pembawa kabar pada tetumbuhan
kapan ia berguguran, kapan ia merawat harapan
kapan ia diguyur beku, kapan ia diajar olehku

Surakarta, 11 November 2012

Seperti Biasa

seperti biasa, aku harus meneleponMu berulang-ulang. sebelum
peta perjalanan terlihat makin rabun dan gamang. sekedar bertanya
tentang letak warung makan, bekal perjalanan, hingga arah jalan
pulang. barangkali, aku memang butuh pemandu jalan, yang bisa
mengantarku ke rumahMu sebelum hari beranjak petang. sebelum
angin dingin kian merasuk ke pori-pori dan sumsum tulang.

seperti biasa, kalbu ini menyeru berulang-ulang. tentang janji
yang terucap saat ruh dipanggil datang. sebelum menempati tubuh
mungil dalam perut yang mengembang. sebelum tangis pertama
pecah di atas ranjang, di samping wajah teduh yang penuh kasih
sayang: berangkat dari kegelapan rahim menuju sinar terang.

seperti biasa, air mata ini kembali datang, usai tubuh tercebur
ke dalam lubang. seperti rindu yang memanggil berulang-ulang.
seperti biasa, Sayang.

Jepara, 28 Maret 2012

Mutiara

apa yang kau harap dari sebutir pasir
yang mudah diusir angin meski semilir
diterbangkan lalu dijatuhkan di atas laut
terombang-ambing ombak pasang-surut
hingga perjalanan serasa mengasingkan diri
menuju kedalaman laut yang penuh misteri
dan celakalah bagi sekawanan tiram
yang tak waspada hingga aku bersemayam
di dalam cangkangnya
menimbulkan perih luar biasa
hingga terlihat betapa merananya ia kini
yang tak memiliki sepasang tangan dan kaki
yang tak mudah mengusir rasa sakit ini
tapi dengan bantuan liurnya yang licin
menumpuklah segala ingin
dengan sabar aku dibalut air liurnya
agar tergelincir keluar dengan sendirinya
hari, bulan, dan tahun-tahun pun berganti
pamitku adalah pertanda perih terobati
dan aku pangling sewaktu mematut diri
warna kulitku menjadi kian semarak
tubuhku mulai berbentuk kian acak
aku mulai menjalani peran berbeda
menjadi sebutir benda yang cukup berharga

Yogyakarta-Jepara, 1-2 Desember 2012

Perahu

di sepertiga malam buatlah satu perahu
kemudian lepaskan di atas arus yang laju
yang mengalir dari anak sungai di pipimu
menuju sebuah muara bernama rindu

bisa juga kau titipkan sebongkah muatan
yang lahir dari endapan asa dan keinginan
sejenak biarkan ia menghilang di tikungan
lalu tunggu dengan penuh pengharapan

lepaskan hatimu dari cengkeraman keraguan
ia serupa tali gaib yang mengikat perahu ke tepian
agar perahumu tak terbebani saat memulai pelayaran
agar perahumu lekas tiba di tanah yang dijanjikan
membawa pulang bingkisan buah tangan
saat rumahmu sepi dari tamu dan kunjungan

perahu itu yang kelak akan menyeberangkanmu
saat tak ada kendaraan yang mau mengangkutmu

Surakarta, 19 November 2012


Tentang Karya
: Yudhi Herwibowo

setiap karya membawa nasibnya sendiri, katamu.
aku termangu, sebab selama ini aku percaya bahwasannya
karya serupa uang saku. yang bisa menjelma ikan pindang, telur,
tempe, atau tahu. serta alasan kenapa aku masih saja bertahan
di belakang bangku, mendengarkan riwayat angka-angka
yang katanya bisa mengubah nasibku-nasibmu.

dari dulu aku berharap kelak bisa membuntuti, meski jalan
pertama kita berbeda: aku puisi, kau fiksi. serupa membandingkan
kinerja mesin ketik dengan mesin fotokopi. mesin mana yang lebih
cepat merayu kata-kata agar lekas terjatuh dalam pelukan kertas.
dan kurasa anak kecil bisa menjawabnya dengan penuh
semangat, cepat, tepat, dan antusias.

telah kusalami aneka wajah karya, menjalin ikatan dengannya.
demi menutupi kecemburuanku atas kemesraanmu dengan fiksi
yang demikian kuatnya. adalah satu alasan kenapa aku menjelma
piranti teknologi all in one, meski selalu saja, masalah klasik
seperti batere yang lebih cepat terkuras akan selalu
menjadi kendala.

ah, kenapa baru sekarang aku merasa.
bahwa idemu lebih gemuk dan bertenaga
dari yang pernah aku sangka.

Surakarta-Jepara, 31 Juli-2 Agustus 2012

Gear

aku hanyalah pembawa pesan
dari mesin-mesin kendaraan
tempat menukar putaran bimbang 
menjadi gerak lurus beraturan
adalah bukti aku membenci kesesatan
dalam setiap kilometer perjalanan
tak perlu sekali-kali kau bandingkan
antara daya masukan dengan keluaran
tak ada ihwal yang aku sembunyikan
tak ada pula niat memeras bahan bakar
selain ritual gesekan, yang menjadi mahar
sewaktu aku dan pasangan memulai ikatan
di mana rantai menjadi penghulu pernikahan
maka, mulailah kami menebar bibit kemajuan
lewat roda yang semula malas menjadi berjalan
melipat jarak yang membentang menjadi berdekatan
dan aku cukup senang hati menerima bayaran
meski hanya berupa cairan pekat berlendir hitam
yang menyulap bising menjadi rasa tenteram
begitulah riwayat hidupku yang sederhana
bersama pasangan yang teramat setia
sampai keriput dan retak mulai melanda
karena karat-karat yang melekat
karena perawatan yang tak rutin kami dapat

Surakarta, 4 Agustus 2012

Ketika Aku Menandai 28 Januari

berulangkali aku menandai tanggal ini, aku masih belum
mampu mengenang tangis bayi. apalagi rintihan bunda yang
bertaruh nyawa untuk memompa napasku di muka bumi. dengan
ramah ia menyusui, tak perduli kedatanganku mengundang luka
tak terperi. yang sakitnya lebih dari upacara yang dulu teramat
aku takuti. saat kilat pisau menyinggahi satu-satunya barang
milikku yang tersembunyi. sampai teknologi mau berbaik
hati membantuku menidurkan rasa nyeri.

percayalah bahwasannya kemajuan teknologi tak banyak
membantu tugas bunda, ananda, bisiknya saat aku masih latah
bagaimana cara membujuk mata agar tak mudah terpejam. aku
mengamininya, karena sampai detik ini belum ada satu mesin
kasih sayang yang tak pernah aus dan rusak meski bekerja
selama dua puluh empat jam. sehari semalam.

berulangkali aku menandai tanggal ini, aku kian mengerti
bahwa senyumku baginya adalah usaha yang tak pernah rugi.
hingga tak ada kecemasan meski suapan nasi semakin banyak
untuk dibagi. begitulah caranya menikam lapar dengan rasa
kenyang yang menjadi. maka, percayalah bunda, aku tak akan
menyia-nyiakan kelahiran dengan ritual merendahkan diri
atau berlari menuju mati, demikian aku mulai berjanji
sebagaimana seorang lelaki.

Surakarta, 28 Januari 2012

Diskusi Sajak
: Puitri Hati Ningsih

diskusi ini masih bergairah dan membara. saat teman-teman kian
deras melempar tanya, tentang ragam menu sajak yang paling disuka.
serta bagaimana resep memasaknya agar terasa lezat di lidah para
pembaca, bukan malah basi ditelan masa.

kurasa kota ini cukup memberi warna, bagi pohon sajak yang
mulai tumbuh dan berbunga. berulangkali waktu menyiramnya.
meski sebagian masih sembunyi dari paparan cahaya, lupa ritual
fotosintesa. sementara tanah yang diduduki mulai kehilangan hara,
pupuk menjadi semacam komoditas paling langka. yang tak semua
pemangku kota berbaik hati mengurusnya, apalagi memberi subsidi
penekan harga. mungkin sajak serupa tahanan kota, yang dipenjara
arus pop yang berulang diputar di radio, layar kaca, dan ballroom
hotel bintang lima. hingga sajak kini mesti rela meringkuk dalam
dokumentasi sederhana, di gedung-gedung tua di sudut kota.
terasing dan terlupa.

Surakarta, 3 April 2011


Lasinta Ari Nendra Wibawa, kelahiran Sukoharjo, 28 Januari 1988. Mahasiswa Teknik Mesin UNS. Ia menulis puisi, cerpen, artikel, esai, opini, proposal, reportase, karya ilmiah, drama, dan lagu. Karyanya pernah dimuat di 35 media massa lokal-nasional, 25 buku antologi bersama yang terbit skala nasional-internasional, dan meraih 25 penghargaan. Buku kumpulan puisi tunggalnya berjudul Alpha Centauri (Shell, Desember 2012). Sekarang ini aktif mengelola Buletin Sastra Pawon. Bertempat tinggal di Jepara

Jual Kacamata Minus

close
Jual Flashdisk Isi Ribuan Buku Islam PDF