Oleh
Mahrus Sholih El-Azizy
Berpuisi atau
mendeklamasikan puisi merupakan suatu aktifitas kombinasi antara pikiran dan
hati. Perasaan harus menyatu dengan pikiran lalu disalurkan lewat ucapan yang
nantinya lebih menghayati akan isi puisi tersebut. Itu yang saya terapkan
ketika mendeklamasikan puisi dengan tema Sumpah Pemuda pada acara Diklat
Kepemimpinan di Mojokerto, Kamis (28/10/2013).
Saya
begitu sangat menikmati saat pembacaan puisi tersebut. Padahal yang jelas saya
sudah lama tak mendeklamasikan puisi kurang lebih setahun yang lalu. Ketika menginjak
per bait pun serasa mempunyai energi yang bisa membangkitkan gairah dan
semangat untuk kembali mendeklamasikan. Dari itulah sejumlah bait yang saya baca
itu saya tak ingat apa-apa, yang saya ingat hanya bagaimana langkah selanjutnya
ketika akan meloncat pada bait per bait.
Pada
deklamasi tersebut, dengan tema kepemudaan, pemuda bangsa yang akan memimpin
negeri ini. Saya terasa lebih menggebu-gebu. Seluruh penonton pun dibuat
terpana dengan deklamasi yang saya tampilkan. penonton terpaku akan penampilan
saya. Entah apa yang mereka pikirkan. Yang jelas saya pun sebelumnya telah
berlatih secara rutin karena sudah lama tak mendeklamasikan puisi. Mulai dari
pernafasan, gerak-gerik harus sesuai dengan bait, nada irama per bait dan
penghayatan dari isi puisi.
Sebenarnya
dengan mendeklamasikan puisi tersebut bisa lebih membangkitkan gairah hidup,
apalagi ditepatkan kepada momen yang pas pada pendeklamasian puisi tersebut.
Serasa ada yang memberikan dukungan penuh lewat aliran ghaib sehingga saya pun
serasa tak ingat apa-apa ketika mendeklamasikan. Berpuisilah secara jujur,
artinya lebih menghayati bagaimana makna yang terkandung dari isi puisi
tersebut.
Mahrus
Sholih El-Azizy,
mahasiswa
Semester V Jurusan Tafsir & Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel
Surabaya.